03 June 2015

Overtonase Dan Apa Dampak Dari Muatan Berlebih Pada Truck Dan Jalan

} || []).push({});
Overtonase menjadi masalah umum di dunia trucking. Seperti apa pelanggaran overtonase yang dilakukan perusahaan dan mengapa mereka melakukannya? Bagaimana pula kondisi yang seharusnya diciptakan agar masalah ini tak terus terjadi?  Sebenarnya, seperti apa sih kondisi pelanggaran terkait tonase berlebih yang kerap dilakukan perusahaan? Umumnya, mengapa mereka melakukan itu? Overtonase ini banyak dilakukan oleh perusahaan karena proses persaingan yang tidak sehat dan penegakan hukum yang lemah. Overtonase dipandang cara paling gampang untuk bersaing dengan perusahaan lain di tengah makin ketatnya persaingan di dunia pertransportasian khususnya trucking. Ketika hal ini tidak diawasi dan ditambah dengan teknologi kendaraan yang makin maju, overtonase ini akan makin menggila. Bahkan overtonase ini sekarang menjadi sebuah norma baru. Dampak yang ditimbulkan cukup besar akhirnya seperti yang kita hadapi sekarang, jalan-jalan cepat rusak dan efeknya juga ke jumlah trip yang menurun dan ujungnya kendaraan makin tidak efisien. Barang-barang overtonase ini juga umumnya merupakan barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti beras, semen, besi, air minum, dsb. Jadi pemerintah perlu memikirkan solusi karena jika tidak harga-harga kebutuhan pokok tersebut pasti melambung tinggi.


Jika overtonase terjadi di seluruh ruas jalan, mengapa bisa terjadi dan mengapa dibiarkan? Siapa saja yang harusnya berperan dalam hal ini?

Muatan overload itu terjadi di mana-mana dan saya rasa semua pihak terlibat di dalamnya baik pengusaha, pemilik barang, dan pemerintah. Overload masih dibiarkan karena 98% ekonomi kita masih ditransportasikan menggunakan truk dan belum ada alternatif yang berarti hingga sekarang. Jika peraturan overload diterapkan sampai 0% toleransi, apakah kita semua siap dengan biaya, khususnya kebutuhan pokok yang akan melambung 2-3 kali lipat. Tentunya hal ini harus dicarikan solusi secara bersama-sama oleh semua stakeholder yang terlibat di dalamnya. Jadi untuk menggalakkan ini pemerintah masih berpikir berkali-kali. Seharusnya bukan cuma dipikirkan saja tetapi bagaimana kita duduk bersama untuk dicarikan solusi.

Apa dampak dari muatan berlebih itu dan bagi siapa saja?
Muatan berlebih itu berdampak buruk bagi semua orang. Pertama, dana APBN yang tersedot banyak sekali untuk proyek abadi pantura, belum lagi untuk jalan-jalan lain. Overload berdampak negatif buat pengusaha truk karena makin berat muatan, kendaraan akan rusak prematur, tidak hanya ban pecah, mesin akan cepat rusak, dan belum lagi potensi kecelakaan yang ditimbulkan karena komponen kendaraan tidak didesain untuk mengangkut beban seberat itu. Pemilik barang juga memiliki risiko tersendiri seperti jika ada kecelakaan maka barangnya berpotensi rusak atau hilang. Dan yang paling disayangkan adalah nyawa orang lain yang tidak bersalah ikut melayang karena perbuatan tidak bertanggung jawab ini. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, komponen tidak didesain untuk overtonase sehingga ketika ada ban pecah/rem blong/per putus maka dapat menyebabkan kecelakaan. Sungguh sayang nyawa orang melayang karena ini.

Apakah benar, jika perusahaan tidak mengangkut muatan berlebih, berdampak pada harga jual suatu barang yang akhirnya merugikan konsumen juga? Bagaimana sebaiknya mengatasi hal ini?
Pastinya, bayangkan seperti ini jika harga per kilogram barang dari Jakarta ke Surabaya adalah Rp 300 ketika barang yang diangkut 20 ton. Maka ongkos sewa kendaraan adalah Rp 300 x 20.000 = Rp 6 juta. Jika diperbolehkan mengangkut 10 ton saja, maka Rp 300 x 10.000 = Rp 3 juta. Pengusaha angkutan tentu merugi. Jika akhirnya harga tetap diminta Rp 6 juta, tentunya harga kirim per kilogram sekarang menjadi Rp 600. Harga ini tentunya akan ditagihkan ke konsumen. Banyak konsumen yang tidak siap membayar lonjakan harga dan akhirnya memilih untuk overtonase saja. Untuk mengatasi hal ini bagusnya disiapkan armada truk dengan sumbu lebih banyak sehingga daya angkut bisa ditingkatkan. Tentunya dengan bertambahnya sumbu biaya juga akan sedikit terkerek naik. Armada seperti itu tidak banyak kita jumpai di Indonesia. Maksimal rigit truk itu hanya memiliki tiga sumbu. Di luar negeri bisa 4-5 sumbu.

Sebenarnya, bagaimana situasi persaingan perusahaan trucking di Indonesia? Apa iya karena terlalu ketat sehingga pengusaha menerima tarif yang jauh dari layak dari principal? Perusahaan pengangkutan itu secara teknis merupakan usaha pemindahan barang. Permasalahannya usaha ini merupakan usaha yang tidak memberikan nilai tambah terhadap harga barang tetapi harus dilakukan. Jadi pengeluaran karena transportasi ini harus sedemikian rupa diminimalisir. Karena bisnis nature-nya seperti itu dan kredit kendaraan yang mudah beberapa waktu yang lalu membuat suplai kendaraan lebih banyak daripada permintaan pasar apalagi dengan keadaan ekonomi dan perhelatan politik belakangan ini. Truk-truk lama di Indonesia juga masih dipakai tanpa batas umur. Karena suplainya yang cenderung banyak, kemampuan tawar ke principal menjadi lemah. Hal ini menyebabkan biar pun barang overtonase masih tetap dijalankan untuk menutup ongkos.

Apakah pemerintah turut campur menentukan tarif angkutan trucking guna melindungi pengusaha dan konsumen? Jika tidak, apakah pemerintah perlu turut campur dalam menentukan tarif? Mengapa?

Saya rasa tidak perlu, segala macam barrier dan proteksi itu tidak akan banyak membantu karena hanya akan menimbulkan inefisiensi. Negara fokus subsidi ke hal-hal yang mendasar saja dan menyangkut hajat hidup orang banyak seperti pendidikan, kesehatan, dsb. Jika harga diatur di angka yang terlalu tinggi, nantinya bisnis di Indonesia tidak akan kompetitif karena biaya transpor yang mahal. Sedangkan jika diatur terlalu rendah, pengusaha akan merugi dan akan timbul shortage of trucks.

Bagaimana kontrol yang dilakukan pemerintah terkait tonase ini? Apa perlu dilakukan sidak ke lokasi muat?

Jembatan timbang sebenarnya memegang peranan yang sangat penting dalam hal ini yang penting sistemnya diatur bagus. Sidak ke tempat muat apa tidak terlalu merepotkan? Karena akan diperlukan lebih banyak staf dari dinas perhubungan untuk mendatangi perusahaan satu per satu. Terlalu banyak bersentuhan antara orang dengan orang bukannya akan memperbanyak pungli? Tidak akan mengurangi perbuatan overtonase yang dikhawatirkan tetapi makin banyak biaya siluman yang timbul di dalamnya. Sebenarnya barang yang berat itu sudah bisa diidentifikasi seperti batu, pasir, semen, besi, palawija, hasil hutan, hasil kebun, hasil tambang, cairan. Barang-barang ini pada umumnya adalah komoditas atau bahan baku.

Bagaimana efektivitas KIR terkait hal ini?
Ketentuan mengenai batas tonase kendaraan ini semua tertera di buku KIR. Pada umumnya driving axle itu memiliki kekuatan 6 ton dan rear axle dengan ban ganda itu memiliki kekuatan 10 ton. Jika ada rambu-rambu tertera MST 10 ton, berat gandar maksimal yang diperbolehkan adalah 10 ton (MST 10 ton) untuk tiap sumbu truk. Truk dengan beban kombinasi total melebihi 10 ton per gandar akan melanggar beban batas maksimal.

KIR sebenarnya kurang efektif dalam memerangi overtonase karena KIR itu dilakukan sebagai formalitas saja. Sebenarnya di dalam buku KIR tertera jelas akan seberapa berat GVW, payload, vehicle weight, dsb. Pertanyaanya apakah akan dipatuhi? Permasalahan utama ketika KIR mobil dalam keadaan kosong. Jika kendaraan KIR dalam keadaan kosong tentunya segala peraturan sudah dipenuhi. Permasalahannya, pelanggaran itu terjadi ketika kendaraan dalam keadaan berisi muatan.

GVW adalah Gross Vehicle Weight yang kita juga kenal sebagai JBB (Jumlah Beban yang diperbolehkan). GVW ini dihitung berdasarkan sumbu roda, jadi untuk tronton dengan 3 sumbu, driving axle 6 ton, rear axle 10 ton x 2 maka GVW-nya adalah 26 ton. GVW ini merupakan penambahan dari beban kendaraan itu sendiri ditambah dengan muatan yang diperbolehkan. Sebagai contoh tronton memiliki beban kendaraan 12 ton maka daya angkutnya adalah 14 ton.

GCW adalah Gross Combination Weight merupakan satuan yang dipakai oleh kendaraan kereta tempelan atau trailer. GVW itu didapatkan dari GVW head/traktor dan GVW trailer/buntut. Sebagai contoh trailer kepala memiliki 3 sumbu dan buntut 3 sumbu, GCW-nya adalah driving axle 6 ton ditambah dengan 5 sumbu x 10 ton. GCW totalnya adalah 56 ton. Jika berat trailer itu adalah 16 ton maka daya angkutnya adalah 40 ton.

Seberapa perlu diterapkannya pembatasan dan pelarangan angkutan berat berlebih di jalan raya?
Pembatasan itu sangat diperlukan karena jalan yang dilalui perusahaan pengangkutan itu adalah jalan negara yang dibiayai oleh APBN atau pun APBD. Lain halnya jika jalan milik sendiri, mau dimuatin seperti apa itu terserah yang punya jalan. Jalan raya karena dimiliki negara harus ada aturan perundang-undangan yang mengaturnya. Jalan ini dibuat dengan spesifikasi tertentu pada umumnya dengan kekuatan MST 10 ton untuk jalan-jalan provinsi di Indonesia. Jika tidak diatur, ada kecenderungan untuk overtonase sehingga jalan akan rusak prematur. Menurut studi, jalan yang didesain untuk umur 10 tahun jika dimuati overtonase sebanyak 30% saja, umurnya akan tersisa empat tahun. Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab dengan berkurangnya umur jalan sebanyak enam tahun? Karena itu, dibuatlah aturan pembatasan sehingga uang pajak masyarakat yang dipakai bisa dimanfaatkan maksimal sesuai dengan desain jalan yang sudah ada.

Sebenarnya, jika tonase melebihi rancang bangun armada, apakah malah tidak merugikan pengusaha itu sendiri?

Saya rasa hanya perusahaan yang berpandangan pendek yang masih menerapkan hal seperti ini. Sebagai contoh perusahaan dump truck yang memuat pasir 40 ton payload. Truk dalam tiga tahun sudah amburadul tidak bisa dipakai kemudian di-scrap (di-kilo-kan). Belum dihitung ban yang dipakai baru kemudian pecah. Belum lagi jika truk kecelakaan karena komponennya tidak didesain seperti itu. Kecelakaan merupakan momok utama transporter karena banyak biaya yang harus dikeluarkan seperti biaya koordinasi, biaya perbaikan, biaya opportunity lost, biaya ganti rugi dan santunan pihak ketiga, dsb.

Ban sangatlah berpengaruh karena ban yang terlalu kuat sangat mendukung overtonase. Jika ban didesain sesuai dengan kapasitasnya saja contoh ban 1000.20 dengan payload 2500 kg, 110 psi dengan speed 90 km/h, untuk kendaraan tronton 25000 x 10 = 25000 sesuai dengan GVW untuk kendaraan tronton dengan 3 sumbu. Tetapi pada praktiknya dengan mengurangi speed dari ban menjadi 40km/h dan tekanan ditambah 180 psi maka payload ban juga bertambah bisa menjadi lebih dari 2 kali lipat. Hal-hal seperti ini yang mendukung perilaku overtonase.
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »

Terima Kasih