Strategi Busuk Jegal Bus Dan Truck PERKASA

} || []).push({});

Cikal bakal otomotif nasional dilumpuhkan. Texmaco bertekad bangkit hidupkan kembali industri strategis nasional.

Usianya tak lagi muda, 75 tahun. Namun sorot tajam matanya menunjukkan gelora semangat yang tak kunjung padam. Itulah Marimutu Sinivasan, bos Group Texmaco yang kembali muncul setelah 12 tahun tak terdengar kabar beritanya. Wajah Sinivasan cerah menyambut awak Prioritas yang menyambangi kantornya di Gedung Sentra Mulia Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Selasa pekan lalu.
Sejurus kemudian, keluh kesah langsung meluncur dari mulutnya. “Saya ini seperti orang terkena penyakit lepra, 12 tahun tak ada yang mendekati saya termasuk pers,” kata Sinivasan.

Bus PERKASA

Pengusaha tekstil dan mobil nasional yang berjaya di tahun 70-an sampai akhir 90-an itu kembali muncul lantaran tertarik munculnya mobil garapan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Solo bermerek ESEMKA. Ia bilang selama 12 tahun ini tak diam, menjalin jaringan untuk mengembangkan industri dasar cikal bakal pengembangan industri strategis nasional.

Sayang masa lalu selalu menguntitnya. Tak ada satu lembaga pembiayaan yang bersedia memberi suntikan modal untuk mengembangkan kembali usahanya. “Tapi saya masih bisa bertahan, pabrik kami di Karawang, Semarang dan Subang masih mendapatkan order karena kami memiliki kemampuan teknologi membuat industri terpadu,” ujarnya.

Mobil truk PERKASA yang sudah rusak di Subang, Jawa Barat

Demi mendapatkan kembali kepercayaan perbankan, dirinya berniat menuntaskan masalah yang membuatnya tercoreng 12 tahun lalu. Hal itu ia lakukan agar impiannya memiliki industri mesin terpadu yang mandiri bisa terwujud. “Saya percaya Indonesia negara hukum. Akan saya bawa masalah ini ke pengadilan dan diselesaikan baik-baik, tunggu saja waktunya,” kata Sinivasan sambil sesekali membenahi kerah jasnya.
Sejenak matanya menerawang, ia mengaku menjadi korban konspirasi beberapa pihak pada 1999-2000 silam. Konspirasi ini untuk menjegal langkah Texmaco Group yang saat itu memiliki kemampuan mengembangkan industri otomotif. Sinivasan mengklaim tekanan mulai muncul saat Texmaco mengirimkan 150 truk Perkasa perdana pesanan Tentara Nasional Indonesia.

Truck PERKASA

Tak ada hujan atau pun angin, saat itu sekitar 1999, Menteri Negara Investasi dan Pemberdayaan BUMN, Laksamana Sukardi menyebarkan dokumen kredit Texmaco. “Belakangan dari hasil pemeriksaan BPKP, apa yang diungkap Laksamana bohong,” klaimnya.

Prioritas mendapatkan beberapa dokumen yang menunjukkan adanya campur tangan asing lewat International Monetary Fund (IMF) dalam menjagal bisnis Texmaco. Rupanya IMF menangkap bola yang dilambungkan Laksamana Sukardi dan mengirimkan surat untuk Menko Ekuin, Kwik Kian Gie untuk menekan Texmaco.

Surat yang diteken Direktur Asia Pasifik IMF, Hubert Neiss dan Wakil Direktur, Anoop Singh itu pada intinya menyatakan Bank Putera, milik grup Texmaco harus segera ditutup dan diserahkan pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). IMF mendesak lembaga pemerintah terkait membuat keputusan secepatnya dalam jangka dua hari.

Surat IMF kepada Kwik Kian Gie

Saat Kwik Kian Gie dikonfirmasi soal Texmaco, dia menyatakan sama sekali tidak ingat pernah menerima surat itu. “Mana bisa mengingat surat yang saya terima sebelas tahun yang lalu. Bukan saya lari dari persoalan. Tapi saya tahu bahwa Texmaco punya persoalan. Berkas harus dibongkar kembali dan saya tidak punya akses pada dokumen yang ada di kantor Menko. Begitu banyak masalah ketika itu,” kata Kwik kepada Prioritas.

Bahkan lanjut Sinivasan, saat terjadi krisis ekonomi 1998, banyak kalangan yang menuduh Bank Putera ikut menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 30 triliun yang menyebabkan ekonomi Indonesia kolaps. Tudingan pengemplang BLBI tak terbukti karena pada 19 Februari 2007, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa PT. Bank Putera Multikarsa tidak tercatat memiliki kewajiban BLBI kepada BI. Namun bank tersebut berkewajiban menyelesaikan pinjaman subordinasi (SOL) dan KLBI kredit program sekitar Rp 160 milyar per 31 Desember 2003. Surat itu diteken deputi Direktur BI, Oey Hoey Tiong.
Namun efek tuduhan tanpa bukti kuat ini mempersulit Sinivasan. “Saya tak punya satupun kartu kredit. Anak, istri dan kerabat lainnya tak bisa membuka rekening di bank, perkembangan usaha pun jalan ditempat,” jelasnya.

Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai bahwa asing lewat kepanjangan tangan IMF akan mengganjal industri apapun yang mengarah pada kemandirian bangsa. Bukan hanya Texmaco, nasib serupa juga terjadi pada PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang dirintis oleh BJ Habibie.

Mengapa asing sangat berkepentingan untuk membatalkan industri nasional karena bisa menjadi cikal bakal pengembangan industri strategis. Bila suatu negara sanggup mengembangkan kemampuan industri nasional maka memiliki kemampuan juga untuk membuat peralatan tempur militer. “Selama ini kita hanya bisa impor alat pertahanan. Kalau bangsa dan negara ini ingin berdaulat harus menguasai industri otomotif, energi, keuangan dan media massa,” katanya.

Senada dengan Noorsy, ekonom Hendri Saparini dari Econit juga menegaskan, pemerintah Indonesia seharusnya memiliki keinginan politik untuk mengembangkan industri nasional salah satunya membuat industri mobil nasional. Kalau niat ini ada, intervensi IMF lewat hutangnya dan perusahaan-perusahaan otomotif dengan motif pasarnya, akan bisa dihadapi.

“Sayangnya kita tidak memiliki strategi membangun industri mobil nasional, sehingga intervensi mudah masuk tak hanya dari IMF, tapi juga dari pemodal industri pemegang merk mobil di dalam negeri,” katanya.
Namun Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo), Jongkie Sugiarto mengaku tak pernah melakukan intervensi untuk membatalkan proyek mobil nasional. Gaikindo justru selalu mendukung terwujudnya mobil nasional. “Tapi untuk mobil ESEMKA itu tidak bisa dibilang mobil nasional,” ujarnya.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Putra Indonesia (HIPPI), Yockie Hutagalung menandaskan, bila ada intervensi, terutama dari asing terhadap industri dalam negeri harus dilawan. Menurutnya pemerintah semestinya menggandeng Texmaco untuk mewujudkan pengembangan industri nasional. “Ini pelajaran buat kita, jangan mau diobokobok lembaga asing.” ujarnya.
Sayang hingga berita ini diturunkan pihak IMF belum memberi jawaban atas surat permohonan wawancara dari Prioritas. Begitu pula surat elektronik yang Prioritas kirim ke Hubert Neiss dan Senior Resident Representative IMF, Milan Zavadjil, belum ada tanggapan.

Sementara itu Laksamana Sukardi juga tak berhasil Prioritas temui kendati telah mendatangi kediamanya di bilangan Blok S Kebayoran. Prioritas hanya bisa menghubungi adik Laksamana, Wina Armada yang mengaku tak tahu keberadaan Laksamana. “Ia sekarang lebih sering di luar negeri daripada di dalam negeri,” katanya.

*Dikutip dari PRIORITAS

Tweet